Minggu, 07 Februari 2010

Merancang Masa Depan

Tulisan ini pernah ditulis di sebuah Notes di Facebook milik Iqbal Taftazani.



Terinspirasi dengan tulisan sesorang yang menuliskan rencana masa depannya, juga di notes di jejaring sosial ini.

Dalam beberapa kali, sering penulis tuliskan status di jejaring sosial ini yang secara eksplisit menerangkan rencana masa depan. Namun seketika itu penulis hanya bisa tertawa kecil atau paling tidak senyum-senyum sendiri. Mengapa ? Karena hampir setiap comment yang ada mesti mengarah pada suatu hal yang orang sering bilang pernikahan. :D


Memang tidak salah comment-comment tersebut, hanya saja terasa sempit saja jika masa depan hanya berujung pada satu kata pernikahan.


Namun demikian, pernikahan, kata berimbuhan yang berkata dasar nikah dengan imbuhan per-an, adalah satu kata yang luar biasa bagi kalangan temen-temen penulis di waktu dulu dan sekarang. Beberapa temen dan saudara telah menjalaninya, dan beberapa lagi akan segera menjalaninya. Penulis teringat dengan sebuah nasyid dari Justice Voice dengan judul Rumus Canggih, pada salah satu bagian syairnya, kata 'P E R N I K A H A N' disebutkan dengan sebuah penekanan khusus dalam melantunkannya.

Selasa, 02 Februari 2010

Kemanakah selama 2 tahun ini ? (ketiga-terakhir)

Alhamdulillah, perjalanan Surabaya-Jogja berjalan lancar. Pukul 1 dini hari bus yang kutumpangi berhenti di daerah Ngawi (lupa nama daerahnya). Di sana penumpang dipersilahkan menukar kupon makan malam di sebuah restoran. Sebenarnya saat itu aku ingin makan soto yang kuahnya panas untuk menghangatkan badan yang kedinginan karena AC bus yang cukup dingin. Tapi aku baru ingat bahwa aku belum berbuka puasa dengan makanan berat. Selain itu aku juga berpikir itu juga kujadikan sebagai sahur hari terakhir puasa di Ramadhan kala itu. Akhirnya aku memesan nasi dengan lauk ayam bakar dan minuman teh hangat manis.


Setengah jam bus berhenti di restoran itu, sebelum naik bus aku sempatkan membeli beberapa cemilan dan sebatang coklat. Perjalanan menuju Jogjakarta dilanjutkan dengan sesekali makan cemilan yang telah kubeli sebelumnya. Saat itu aku berharap bisa sahur bersama di rumah dan bisa mengerjakan Shalat Subuh berjamaah di Masjid dekat rumah. Namun apa daya, waktu menunjukkan pukul 4, tetapi bus masih melaju di sekitar Janti. Padahal perjalanan dari terminal ke rumah bisa setengah jam lebih. Ahirnya bus sampai di terminal Giwangan tepat sesaat sebelum adzan subuh berkumandang, aku sempat menghabiskan sepotong coklat terakhir dan beberapa teguk air mineral sebagai syarat mengakhirkan sahur di hari terakhir puasa di bulan Ramadhan itu. Kecewa sih, tidak bisa sahur di rumah, dan tidak bisa berjamaah subuh di masjid dekat rumah. Beberapa saat kemudian terdengar adzan subuh dari masjid teminal. Langsung aku ambil wudhu dan berjamaah subuh di masjid  terminal.