Rabu, 10 Maret 2010

Aku (TIDAK) Suka dengan Negara Bernama Indonesia


Indonesia, sebuah negara yang berada di antara Benua Asia dan Australia. Sebuah negara dengan jumlah penduduk hampir 230 juta jiwa. Negara yang saat ini 'baru' berusia 55 tahun. Sebuah negara yang baru-baru ini tercatat sebagai negara terkorup se-Asia Pasifik. Juga tercatat sebagai negara pengakses situs porno terbanyak di dunia.

Sungguh luar biasa prestasi yang ditorehkan oleh Indonesia di kancah percaturan Asia, bahkan dunia. Terlebih jika melihat prestasi Indoensia dalam bidang lain, ambil contoh bidang olah raga. Masih belum lepas dari ingatan kita ketika kualifikasi Piala Asia, di mana saat itu ada pemain 'kedua belas' Indonesia yang hampir saja mengoyak gawang Al Habsi, kiper Timnas Oman yang juga merumput di klub Liga Premier Inggris Bolton Wanderers. Itulah yang juga dirasakan Hendri Mulyadi yang merasa kesal Timnas Indonesia tidak bisa berprestasi lebih baik lagi sejak piala Asia 1996, di mana di kala itu Widodo C. Putra mencetak satu gol terbaik di Asia.

Hendri Mulyadi menggiring si kulit bundar dihadapi oleh Al Habsi, kiper Timnas Oman

Namun selain itu kita juga patut berbangga bahwasanya dalam cabang bulutangkis Indonesia masih menunjukkan kelasnya, meski masih belum bisa menyamai prestasi di tahun 1996 di Hongkong. Waktu itu Indonesia bisa mengawinkan gelar Piala Thomas dan Uber.

Piala Thomas dan Uber

Banyak kometar dan opini yang kemudian muncul di masyarakat akan segala hal yang terjadi, terlebih setelah mencuatnya kasus Century yang oleh beberapa kalangan menyebutkan Boediono dan Sri Mulyani terkait dengan kasus tersebut. Banyak di antara komentar tersebut yang cenderung menampilkan sisi negatif yang dominan. Menjelek-jelekkan bangsa sendiri. Indonesia beginilah-Indonesia begitulah dan segala komentar negatif bermunculan. Baik melalui media cetak, elektronik maupun media online.

Saia kemudian teringat dengan seorang dosen sewaktu saia kuliah beberapa tahun yang lalu. Seorang doesn muda, hanya terpaut 7 tahun saia dengannya, Andi Arsana namanya. Sekarang beliau sedang melanjutkan studi Doktoral dalam bidang batas laut di UNSW Australia.

Salah satu hal yang masih dan terus saia ingat adalah ketika saat itu beliau mengajar kuliah Penetapan dan Penegasan Batas Wilayah, pada bagian awal dari presentasi kuliahnya tertulis satu halaman dalam bahasa Inggris. Setelah saia baca itu adalah kutipan pidato terakhir Presiden AS sebelum 'kiamat' terjadi dalam film Independence Day. Terpampang jelas tulisan itu ditulis sesuai apa yang dikatakan Mr. President (rupanya bapak dosen itu suka film juga ya). 

Saia tidak akan membahas apa filmnya dan bagaimana cerita film itu. Namun saia lebih tertarik pembahasan dosen saia tersebut. Tak pernah sekalipun terdengar kalimat negatif darinya tentang Indonesia. Bahkan dalam pergaulannya bersama masyarakat negara lain, sewaktu pak Andi mendapatkan kesempatan fellowship di PBB dan juga mendapatkan kesempatan hidup di samudera Hindia selama sebulan. Kehidupan di samudera Hindia selanjutnya ditulis dibuat buku oleh beliau sendiri dengan judul Cincin Merah di Barat Sonne.

Cover buku Cincin Merah di Barat Sonne

Kembali ke topik semula. Indonesia memang memiliki cukup banyak, yang kalo boleh disebutkan, hal negatif. Dimulai dari korupsi yang semakin merajalela, orang sekarang tidak malu-malu untuk korupsi. Pornografi, pornokasi dan hal yang berkaitan lainnya. Ditambah dengan sebuah fakta Indonesia menjadi salah satu pabrik pembuatan ekstasi. Cukup miris memang keadaan ini.

Namun jika kita kembali pada sebuah fakta pula bahwa kita hidup di Indonesia. Kita menghirup oksigen di Indoenesia, kiat mendapatkan pendidikan di Indonesia, dan (bagi yang sudah bekerja) mendapatkan gaji dalam mata uang Indonesia. Sudah selayaknya tidak ada kata negatif yang muncul dari mulut kita, tidak ada cacian makian akan negeri Indoenesia. Sungguh amatlah buruk diri kita jika sampai itu muncul dari kata-kata kita. Jika opini negatif itu sampai muncul dari mulut kita, dan didengar oleh para keluarga pahlawan pejuang kemerdekaan, pasti amatlah sakit hati keluarga pahlawan tersebut. Bagaimana tidak, sebuah negara yang diperjuangkan dengan susah payah, tetapi kemudian sekarang diisi dengan hujatan kepada negara, dan seakan-akan tidak menghargai jerih payah kakek-neneknya yang menjadi pahlawan pejuang kemerdekaan.

Jika saat ini ada yang mengingkarinya, bahwa ini adalah fakta yang terjadi di Indonesia, memang itu yang terjadi, saia berpendapat bahwa itulah yang harus kita perbaiki, bukan untuk di hujat, bukan pula untuk di caci-maki. Jika ada yang menghujat, sebaiknya tidak usah tiggal di Indonesia (too extrem sih :)

Saia tidak akan pula membahas apa yang salah, siapa yang salah. Tetapi saia hanya ingin mengajak kepada saya sendiri dan pembaca sekalian. Bahwa negeri Indonesia adalah salah satu negeri yang indah, penuh dengan sumber daya alam dan manusia yang unggul. Coba kita saksikan dalam beberapa olimpiade sains, Indonesia sering sekali ambil bagian dan hampir semuanya menghasilkan prestasi yang gemilang. Beberapa waktu yang lalu ada seorang mahasiswa Indonesia S-2 yang sedang mendapatkan beasiswa di Jepang, Shofwan Al Banna, memenangkan sebuah kompetisi penulisan di St Gallen Symposium Swiss.

Shofwan Al Banna Choiruzzzad

Sebenarnya dalam segala permasalahan tersbut, kita bisa untuk menjadi lebih baik lagi dalam menyelesaiakannya, permasalahannya hanyalah kita mau atau tidak untuk berubah. Karena pada intinya ini adalah kemauan. Di mana ada kemauan di sana pasti ada jalan, begit kata pepatah.

So... Mulai saat ini katakan : Aku TIDAK Suka dengan Negara Bernama Indonesia.

Sunter, 10 Maret 2010, 15:10

9 komentar:

  1. Ehmm.. jd ingat bhw indonesia trmasuk negara yg prkembangan dakwahnya cukup besar.. dikagumi ulama2 mesir.. harunya bangga bukan? :) smg sj tdk hny skedar mnjd penonton, tp jg pemain.. aamin

    BalasHapus
  2. Aku (masih) suka dengan negara bernama Indonesia,

    tapi terus terang aku (sangat tidak) suka dengan (sikap mayoritas) bangsa Indonesia.

    ^^

    BalasHapus
  3. @mba dian : iya, subhanallah, masih banyak PR yang mesti dikerjakan

    @admin : kalo saia berpendapat lain., saia tidak suka juga dengan (sikap mayoritas OKNUM) bangsa Indonesia

    BalasHapus
  4. Being agent of change yak... Karena kitalah yang bisa merubah negeri ini, sekecil apapun perannya.

    Eh, saya udah pernah bertatap muka dengan Bang Shofwan tuh. Waktu sama-sama jadi pembicara di FMIPA UI hehehe

    BalasHapus
  5. @dhodie : hu um :)jadi agent of change, karena kita adalah iron stock peradaban bangsa ini :)

    Hehe, shofwan ya, saia sudah bertatap muka selama 3 tahun saat sma dulu :D

    BalasHapus
  6. I do love Indonesia, apapun keadaannya
    baru2 ini kantuur tempat sayah bekerja menghilangkan tradisi upacara. Sedih juga siy, karena cuman di upacara itu dikumandangkan lagu Indonesia Raya, yg pastinya sedikit banyak memahamkan kita akan makna perjuangan para pahlawan kita. Klasik mungkin, tapi sayah betul2 menikmati saat2 dikumandangkannya lagu kebangsaan itu

    Soal Shofwan itu, sayah blom pernah ketemu, baru pernah ketemu sama pemilik blog ini, hehe
    makasih bukunya ya mas, udah repot2 nungguin di stasiun :D

    BalasHapus
  7. @Illa : klasik memang, tapi menarik untuk dihayati. Seperti saat nonton Liga Super di TV, di mana diputar lagu FIFA Fairplay ThemeSong dan Kemudian dinyanyikan Lagu Padamu Negeri :)

    Sama-sama :)

    BalasHapus
  8. itulah dilema di Indonesia.. membanggakan, tapi menyedihkan gegara oknum-oknum yang `membawa` nama Indonesia..

    tapi tetep, "Aku Suka dengan Negara Bernama Indonesia."
    (yahoo)

    BalasHapus
  9. @aksa : (worship) Jiwa kaum muda seperti aksa harus sentiasa dibangkitkan... :)

    BalasHapus

silakan berkomentar :)