Sabtu, 26 Maret 2011

Ekspedisi Negeri Kahyangan (Dieng Plateau)

Hawa dingin menyambut
Pesona alam berkabut berbalut cahaya lembut…

Dataran tinggi Dieng (Dieng Plateau) merupakan salah satu obyek wisata yang eksotis. Betapa tidak, area yang terbagi dalam dua kabupaten (Wonosobo dan Banjarnegara) ini menyuguhkan berbagai macam pesona alam yang indah. Sejauh pandang terlepas, maka nampaklah alam yang berpagar pegunungan, kontur perkebunan yang berbukit dan hawa dingin yang menemani sepanjang perjalanan.

Pegunungan Dieng tertutup kabut

Menelisik nama Dieng, Dieng terdiri dari dua kata, yaitu “di" yang berarti "tempat" atau "gunung" dan "Hyang yang bermakna (Dewa/Dewi). Dengan demikian, Dieng berarti daerah pegunungan tempat para dewa dan dewi bersemayam. Nama Dieng berasal dari bahasa Sunda karena diperkirakan pada masa pra-Medang sekitar tahun 600 Masehi daerah itu berada dalam pengaruh politik Kerajaan Galuh. Menurut sumber lain, nama Dieng berasal dari kata-kata dalam bahasa Jawa "adi" yang berarti indah dan "aeng" yang berarti aneh. Berarti Dieng tempat yang indah dan penuh dengan keanehan.

Suatu kesempatan emas ketika saya dapat bergabung dengan Tim Tombo Ati Yogyakarta yang memberikan pengajian tematik pertanian dan layanan kesehatan. Saya dapat menikmati keindahan alam ini secara langsung. Meski mungkin, waktu satu dua hari rasanya tidak cukup untuk berkeliling melihat pemandangan di daerah ini.

Kesan pertama, begitu menggoda. Hari pertama di Banjarnegara, kami sempatkan untuk mengunjungi Kawah Sileri, kawah terluas di kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng yang masih aktif, dengan permukaan airnya yang terus-menerus mengepulkan asap putih dan menunjukkan gejala vulkanis. Kawah Sileri berwarna kelabu kental seperti leri, sehingga dinamakan kawah Sileri, lingkungan ini masih sangat alami. Di foto terlihat kepulan asap putih dengan latar belakang pegunungan yang hijau.

Kawah Sileri

Dalam perjalanan ini, saya termasuk dalam tim survey lapangan. Tim kami bertugas untuk melakukan survey lapangan terkait dengan pelaksanaan outbond  di waktu mendatang.

Hari kedua, kami bersiap melakukan perjalanan survey. Selesai berkemas, ekspedisi kami pun dimulai. Alur ekspedisi ini dimulai dan berakhir pula di Masjid An-Nur, Desa Pasurenan, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara. Selepas sholat, kami menyusuri pedesaan yang asri. Penduduk yang kala siang itu masih berpakaian rapat, tampak ramah menyapa kami dengan sapaan khas Jawa, “Tindak pundi mas?”

Tidak mudah memang untuk melakukan tracking di daerah Dieng jika kita tidak terbiasa berolahraga. Namun, lelah itu berubah indah tatkala kami melihat keelokan alam Dieng. Tak sekedar alam, penduduknya pun bak pejuang tak kenal pasrah. Saat kami menapaki jalan menanjak itu, terlihat sang ibu membawa serta anaknya dalam gendongan. Sementara sang ayah tampak sigap memanggul diesel dan selang (yang beratnya mungkin lebih dari 30 kg). Keduanya berjalan menuju lokasi sawah yang jauhnya sekitar 2-3 km. Sungguh menggambarkan ketangguhan dan harmoni kehidupan dengan alam yang sempat saya abadikan.

Jalan menanjak

Survey yang kami lakukan ini melewati beberapa obyek wisata alam, diantaranya adalah Sumur Jalatunda, Danau Sinila, Danau Sedringo dan Kawah Candradimuka.

Perjalanan menuju semua area tersebut cukup menanjak dan melalui pematang sawah. Ketika berjalan di pematang sawah, kami sempat berhenti untuk memetik murbei hutan, rasanya seperti strawberry, asem manis.

Murbei Hutan, (kiri : masih mentah di pohon, kanan : sudah matang, dipetik, dimakan)


Selama perjalanan, kami dimanjakan dengan hamparan lahan pertanian yang sangat luas. Terlihat di foto, para petani sedang menanami sawah dan kebunnya. Jika dilihat dari kejauhan akan seperti titik-titik dalam permadani hijau yang membentang. Tampak pula mereka sedang menanam loncang dan kentang. Sebagian lainnya mengaduk tanah, dan ada pula yang sedang memanen kol.

Mengaduk tanah

Hal unik yang tertangkap yaitu melihat warga desa bertani dengan menggunakan penutup badan yang rapat dari kepala hingga kaki.  Pemandangan yang jarang terlihat di daerah lain. Mungkin disebabkan dinginnya udara di daerah ini.

Sumur Jalatunda

Jalan raya menuju pintu gerbang Sumur Jalatunda memang menurun sampai masuk ke tempat parkir. Namun untuk menuju lokasi sumurnya kami perlu menapaki jalan berupa anak tangga. Sumur Jalatunda berasal dari kawah yang telah mati ribuan tahun yang lalu kemudian terisi air sehingga menyerupai sebuah sumur raksasa. Sedangkan menurut warga, sumur ini konon terbentuk karena jejakan kaki Gatotkaca hingga akhirnya berlubang besar dan sampai sekarang terus tergenang.

Sumur Jalatunda (dari sis lain)

Sumur ini mempunyai garis tengah kurang lebih 90 meter dan kedalaman ratusan meter.
Ada kepercayaan penduduk setempat jika seseorang berhasil melemparkan batu menyeberangi sumur tersebut, maka segala keinginannya akan terlaksana.

Danau Sinila

Danau Sinila terletak di Desa Dieng Wetan. Sebelumnya, danau ini adalah bekas kawah Gunung Sinila. Kawah Sinila pernah meletus pada pagi hari tahun 1979, tepatnya 20 Februari 1979. Gempa yang ditimbulkan membuat warga berlarian ke luar rumah, namun kemudian terperangkap gas yang keluar dari Kawah Timbang akibat terpicu letusan Sinila. Sejumlah warga desa dan ternak tewas keracunan gas karbondioksida yang terlepas dan menyebar ke wilayah pemukiman. Konon cerita warga setempat, sebagian warga yang tewas adalah warga yang hidup berfoya-foya dan sudah melupakan agama. Wallahu a'lam.

Danau Sinila

Danau Sedringo

Danau Sedringo merupakan sebuah danau yang cukup luas dengan pemandangan yang indah. Di danau ini hidup banyak ikan. Kawasan danau ini sering tertutup kabut. Di sini kami pun menyempatkan untuk mengabdikan perjalanan kami berlatar belakang danau ini.

Perjalanan survey kami berakhir di Danau Sedringo ini.  Jika dihitung-hitung, dari masjid sampai Danau Sedringo kami tempuh dalam waktu 2 jam, dengan istirahat total sekitar 20-30 menit selama perjalanan.

Danau Sedringo

Kawah Candradimuka

Lokasi Kawah Candradimuka ini berada di bawah Danau Sedringo. Alhamdulillah, sehingga perjalanan kami mulai menurun.

Kawah Candradimuka menurut cerita pewayangan, konon adalah tempat di mana Gatotkaca (anak Wrekudara dan Arimbi) menambah kesaktiannya. Setelah keluar dari Kawah Candradimuka diceritakan kalau Gatotkaca memiliki otot kawat, tulang besi.

Kawah Candradimuka


Perjalanan dari Danau Sedringo ke Kawah Candradimuka kami tempuh dalam waktu 20 menit berjalan dengan kontur tanah yang menurun.
Di sini kami sempat bertemu dengan anak-anak warga setempat yang sedang bermain. Mereka mengambil kentang dari sawah dan merebusnya di Kawah Candradimuka. Nikmatnya...

Menanti matangnya kentang rebus :)


Sumber lain dari :
http://id.wikipedia.org/wiki/Dieng#Danau_vulkanik
http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=4839&Itemid=1475
http://teamtouring.net/kawah-candradimuka-berawal-dari-cerita-pewayangan.html





4 komentar:

  1. artikel yg menarik mas...

    subhanallah.. keindahan Dieng begitu memukau...

    jd pengen ke sana.

    BalasHapus
  2. wah antum bikin mupeng...:(
    semoga suatu hari, bisa mengunjungi Dieng juga...

    BalasHapus
  3. baguuuuuuuuuuuuuuuuuuus

    BalasHapus

silakan berkomentar :)